Kesehatan Reproduksi Farmasi

BAB I

PENDAHULUAN

Penyalahgunaan zat dapat didefinisikan sebagai “pola penggunaan zat psikoaktif yang berbahaya bagi kesehatan. Zat yang bermasalah termasuk kafein, tembakau, dan alkohol serta obat-obatan terlarang dan obat tidak terlarang. Penyalahgunaan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk mencoba sesekali, salah penggunaan resep obat, atau adiksi. Adiksi menunjukan adanya ketergantungan fisik dan/atau psikologis pada zat yang disalahgunakan. Penyalahgunaan zat, baik pemakaian sesekali atau adiksi, mempunyai implikasi terhadap kesehatan wanita dan janinnya atau bayi baru lahir.

Penyalahgunaan obat juga dikenal dengan penyalahgunaan kimia atau obat kesalahan penggunaan yang disengaja baik obat legal atau obat terlarang untuk rekreasi, perasaan mebutuhkan atau kesenangan.

Adiksi obat menurut Word Health Organization “Suatu kondisi intoksikasi periodik atau kronik yang merusak individu dan masyrakat, dengan karakteristik keinginan yang berlebihan untuk terus menggunakan obat dan memperolehnya dengan cara apapun”


BAB II

PEMBAHASAN

Penyalahgunaan zat adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh penggunaaan zat adiktif yang bekerja pada susunan saraf pusat yang dapat mempengaruhi tingkah laku, memori, alam perasaan, proses pikir seseorang.

Penyalahgunaan zat menyebabkan suatu kondisi ketergantungan terhadap zat adiktif yang biasa disebut dengan kecanduan, seseorang yang mengalami kecanduan disebut sakau.

Penyalahgunaan zat dapat terjadi karena bosan, frustasi atau di asingkan bagi mereka obat dapat memberikan perasaan menyenangkan dan meningkatkan kesenangan. Beberapa obat dapat menghilangkan stress atau ketegangan untuk sementara atau bahkan membantu individu memisahkan diri mereka dari masalah sehari-hari.

Faktor-Faktor Penyebab:

1. Faktor predisposisi

a. Faktor biologis (Genetik , metabolik, infeksi pada otak, penyakit kronis)

b. Faktor psikologis

  • Type kepribadian yang tergantung (dependent)
  • Harga diri yang rendah, terutama untuk ketergantungan alkhohol, sdatif hypnotik yang diikuti rasa bersalah
  • Pembawa keluarga : Kondisi keluarga yang tidak setabil, role model yang negatif, kurang dipercaya, tidak mampu untuk yang lainnya, dan orang tua yang ketergantungan zat adiktif
  • Individu yang perasaan tidak aman
  • Ketrampilan menggunakan koping yang menyimpang
  • Remaja yang mengalami gangguan identitas diri : kecenderungan homoseksual, krisis identitas, menggunakan zat adiktif untuk menyatakan kejantanannya
  • Rasa bermusuhan dengan orang tua


c. Faktor sosisal kultural

  • Persepsi / penerimaan masyarakat terhadap pengguanan zat adiktif
  • Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan dan penyalahgunaan zat adiktif seperti tembakau, ganja dan alkhohol
  • Role model orang tua yang menggunakan dan menyalahgunakan zat adiktif (faktor identifikasi keluarga)
  • Norma budaya : suku bangsa tertentu menggunakan zat adiktif (halusinogen, alkhohol) untuk upacara adat dan keagamaan
  • Remaja yang lari dari rumah
  • Remaja dengan perilaku penyimpangan seksual usia dini
  • Remaja usia dini sudah melakukan tindakan kriminal

2. Faktor presipitasi

Stress dalam kehidupan merupakan suatu kondisi pencetus terjadinya gangguan zat adiktif. Bagi remaja penggunaan zat adalah suatu cara untuk mengatasi stress yang dialami dalam kehidupan. Stressor presipitasi untuk terjadinya penyalahgunaan zat adiktif adalah:

  • Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman-teman sebaya sebagai pengakuan
  • Reaksi sebagai suatu prinsip kesenangan, tujuannya untuk menghindari sakit dan mencari kesenangan
  • Kehilangan orang yang berarti : pacar, orang tua, orang terdekat dll
  • Diasingkan oleh lingkungan
  • Kompleksitas dan ketegangan kehidupan modern
  • Tersedianya obat-obatan
  • Pengaruh dan tekanan teman sebaya
  • Mudah mendapatkan zat adiktif
  • Pesan dari masyarakat “ bahwa zat adiktif dapat menyelesaikan semua masalah.


Penanganan:

Upaya penanganan terhadap penyalahgunaan zat amat penting dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan, tak kenal henti. Upaya penanganan dampaknya lebih besar dan hasilnya lebih memuaskan ketimbang upaya pengobatan (kuratif) atas kasus-kasus penyalahgunaan zat yang sudah terlanjur terjadi.

Peran inti dan kunci upaya penanganan diemban oleh komunitas pendidikan manusia yang hakiki, yaitu keluarga. Keluarga mesti harmonis, mampu terus menerus berfungsi sebagai ajang dialog komunikatif (wacana rasional yang bebas dominasi) antara setiap anggota keluarga. Lewat keharmonisan dan fungsi dialog komunikatif itu, nilai-nilai (baik, nilai-nilai kodrati) bisa didarahdagingkan (diinternalisasikan) pada diri setiap anggota keluarga.

Sekolah dan masyarakat juga merupakan tempat-tempat dilakukannya upaya penanganan. Sekolah dan masyarakat mesti mampu mewujudkan peluang dan daya tarik untuk: pengembangan aneka hobi konstruktif, apresiasi dan kecintaan terhadap seni, olahraga dan keindahan/ keagungan alam raya serta seluruh ranah ciptaan Tuhan, keterlibatan manusia muda pada aneka kegiatan organisasi sosial dan kemanusiaan.

Kasus:

  • Penyalahgunaan zat selama kehamilan

Contohnya: penyalahgunaan wanita hamil terhadap obat terlarang seperti kokain dan heroin.

Peran bidan: bidan harus menanyakan tentang informasi seluruh zat yang digunakan, termasuk obat-obatan bebas, obat resep, obat terlarang, tembakau dan alkohol. Metode konsumsi, jumlah dan kombinasi obat yang digunakan wanita hamil penting untuk diketahui. Obat kombinasi dapat meningkatkan efek masing-masing. Setelah identifikasi, penatalaksanaan ditunjukan untuk pengurangan atau menghilangkan zat dan resiko yang menyertai. Strategi khusus untuk intervensi situasi penyalahgunaan zat bergantung pada zat dan pola penggunaannya.

  • Penyalahgunaan zat dan laktasi

Penggunaan zat oleh wanita menyusui dapat masuk ke tubuh bayi melalui aktifitas menyusui. Manfaat menyusui harus dipertimbangkan dengan resiko ingesti bayi terhadap zat yang disalahgunakan. Bayi dengan hati yang imatur tidak mempunyai kemampuan metabolisme dan mengereksi obat. Selain itu efek obat pada bayi (contohnya: iritabilitas) dapat menambah masalah ibu dalam merawat bayinya.

Peran bidan: bidan harus membantu ibu membuat keputusan tentang menyusui setelah meninjau kembali riwayatnya, penggunaan obat saat ini, situasi sosial, dan resiko yang dihadapi bayi akibat obat yang digunakan ibu.


Penyelesaian:

  • Membahas dengan pasien tingkah laku menyalahgunakan zat dan resiko pengunaan
  • Membantu pasien mengidentifikasi masalah penyalahgunan zat
  • Mendorong pasien agar mau mengikuti program terapi
  • Mendorong pasien mengutarakan hal-hal yang menyebabkan penyalahgunaan zat
  • Membantu pasien mengenal dan menggunakan koping yang sehat
  • Konsisten memberi dukungan
  • Memberikan perawatan fisik : observasi tanda vital, keseimbangan cairan dan kejang
  • Memberikan obat sesuai dengan dosis ( terapi detoksifikasi)
  • Observasi sindroma putus zat dan mencatat adanya kemungkinan sinroma putus zat
  • Identifikasi dan kaji sistem dukungan sosial
  • Menyediakan dukungan dari orang-orang yang berarti
  • Memberikan pendidikan kepada pasien yang berarti tentang masalah penyalahgunaan zat adiktif dan sumber yang tersedia untuk mengatasi
  • Mengirim pesan pada sumber yang tepat dan memberi dukungan sampai pasien ikut dalam program
  • Menganjurkan pasien untuk menggali cara alternatif pemecahan masalah pada stress dan situasi yang menyulitkan
  • Menolong pasien untuk mengidentifikasi masalah, pendekatan pemecahan masalah dan mengevaluasi proses
  • Membatu klien mengidentifikasikan dan mengekspresikan cara yang diterima dan memberikan dorongan yang positif
  • Mengikutsertakan pasien dalam kelompok teman sebaya untuk mengkonfrontasikan, umpan balik positif dan membagi perasaan
  • Mengikutsertakan pasien dalam merehabilitasikan vokasional pelayanan sosial dan sumber lain sesuia dengan kebutuhan individu


BAB III

KESIMPULAN

Tidak ada teknik khusus pengkajian untuk mengevaluasi penyalahgunaan zat. Kompleksitas motivasi individu dan berbagai reaksi fisik terhadap obat dan interaksinya, juga kecenderungan penyebaran yang luas terhadap polifarmasi, semua berperan dalam masalah ini.

Penyalahgunaan zat adiktif dapat berkembang menjadi ketergantungan fisik, psikologis dan toleransi. Ketergantungan fisik adalah tubuh membutuhkan zat adiktif dan jika tidak dipenuhi maka akan terjadi gejala putus zat pada fisik. Ketergantungan psikologik adalah efek subyektif dari sipengguna zat.

Penyalahgunaan zat membuat sistem saraf pusat (SSP) efek, yang menghasilkan perubahan suasana hati, tingkat kesadaran atau persepsi dan sensasi. Kebanyakan obat ini juga mengubah sistem lain dari SSP. Beberapa sering dianggap sebagai yang disalahgunakan.Beberapa obat tampak lebih cenderung mengarah untuk menggunakan tidak terkendali dari orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Bennet, G. And Woolf, D.S. Substance Abuse: Pharmacologic, Develovmental and Clinical Persepetives. New York: Delmar, 1991.

U.S. Department of Health and Human Services, Substance Abuse and Mental Health Services Admininistration (SAMHSA). National Household Survey on Drug Abuse: 1999. Washington, DC: Goverment Printing Office, 2002.

Varney Helen, Kriebs Jan M, Gegor Carolyn L. Buku Ajar Asuhan Kebidanan edisi 4 Vol. 1. Penerbit Buku Kedokteran

Related : Kesehatan Reproduksi Farmasi

0 Komentar untuk "Kesehatan Reproduksi Farmasi"